SITUASI KAMPUS UPN VETERAN YOGYAKARTA

Diposting oleh sebastian-Nomor1 on Minggu, 13 Maret 2011

1. Gambaran Umum UPN Veteran
UPN ”Veteran” Yogyakarta semula bernama Akademi Pembangunan Nasional (APN) Veteran didirikan oleh Menteri Urusan Veteran RI berdasarkan Keputusan Menteri NO : 139/KPTS/tahun 1958 tanggal 8 Oktober 1958. Kuliah pertama pada tanggal 15 Desember 1958 diputuskan sebagai hari jadi / Dies Natalis UPN “Veteran” Yogyakarta.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Menteri Pertahanan Keamanan RI No. 0307/0/1994 dan Kep/10/XI/1994 tanggal 29 Nopember 1994 terhitung mulai tanggal 1 April 1995, UPN “Veteran” Yogyakarta beralih status dari Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah Dephankam menjadi Perguruan Tinggi Swasta.
Mulai tanggal 10 April 1996 UPN "Veteran" Yogyakarta bernaung dibawah Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman (YKPBS) yang didirikan oleh Menhankam dan Pangab pada tanggal 19 Desember 1989. dan sekarang bernaung dibawah Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP), YKPP juga membawahi SMA Taruna Nusantara di Magelang.
UPN memiliki 2 Bangunan Kampus yang letaknya terpisah. Kampus I berada di JL.SWK 104 (Ringroad) Condong Catur, yang terdiri dari Rektorat, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknologi Mineral, Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Pertanian, Auditorium, Perpustakaan, dan Gedung UKM. Sedangkan Kampus II terletak di Jl.Babarsari No.2-Tambakbayan. Dikampus II terdapat Kampus FISIP dan Fakultas Teknologi Industri, Gedung UPT, dan Sport Hall. Secara Umum Pusat Kegiatan Mahasiswa lebih banyak di kampus I. Begitu juga aktivitas politik kampus. Mulai dari Birokerasi Hingga Lembaga Kemahasiswaannya berkedudukan di kampus I. Sehingga dapat dikatakan Geopolitik kampus UPN berada di kampus I. Sedangkan di Kampus II, aktivitas politik sangat minim, berbagai kontradiksi yang ada hanya sebatas arogansi jurusan. Maksudnya adalah permusuhan antar Jurusan dan Fakultas.
I. Fasilitas Kampus
UPN memiliki berbagai macam sarana dan prasarana untuk kegiatan mahasiswa dan dosen serta umum. Seperti Sarana Olahraga terdapat lapangan bola, lap.softball, auditorium dan sport hall. Serta Sekretariat UKM yang terpusat di Gedung UKM.
Untuk fasilitas Akademik, UPN memiliki 2 perpustakaan di kampus I dan Kampus II, system persputakaan yang canggih, Sistem Nilai Online CBIS(Computer Basic Information System). Hotspot Area, Laboratorium dll.

II. Jumlah UKM
UPN memiliki 24 unit kegiatan mahasiswa diantaranya adalah Menwa, KSR PMI, SENI, Pramuka, MAPALA, Paduan Suara, Marching Band, ECDC, Kopma, UKM Keagamaan(Islam, Kristen,Katolik,Hindhu), UKM Beladiri(Kempo,Silat,Karate, UKM Olahraga(Sepakbola, Volley,Basket,Bulutangkis, Hockey, dan Baseball. Semua UKM tersebut adalah merupakan badan otonom yang langsung dikelola oleh Mahasiswa. Tapi sayangnya, sejauh ini kegiatan kelompok diskusi belum ada di sekitar kampus. Jika pun ada kelompok-kelompok tersebut tidak begitu eksis. Untuk itu potensi Intervensi organisasi gerakan dapat dilakukan dan berpeluang menghegemoni mahasiswa.

III. Biaya Pendidikan
Biaya pendidikan di UPN tiap tahunnya selalu meningkat. Mulai dari Biaya SKS Variabel yang pasti naik dengan nominal Rp.5000, Biaya praktikum, Biaya Sumbangan Mahasiswa Baru. Sejah ini kami masih belum dapat perbandingan rincian biaya dari tahun lalu hinga sekarang.
Disisi lain, Pihak kampus berdalih bahwa kenaikan biaya tersebut masih wajar, mengingat biaya bahan pokok terus merangkak naik. Dan jika dibandingkan dengan universitas swasta yang lain, biaya di UPN masih relative lebih murah. Disisi mahasiswa, mereka sangat mengeluh atas kebijakan biaya tersebut karena mereka (mahasiswa) yang tidak begitu mampu akan terancam berhenti kuliah akibat menunggak biaya. Apalagi Syarat Pengambilan KTM(Kartu Tanda Mahasiswa) tiap awal semester harus menunjukkan bukti pembayaran, jika tidak mahasiswa akan tidak mendapat KTM dan terancam tidak dapat mengikuti ujian serta perkuliahan.
IV. Sistem Belajar-Mengajar
Sistem pembelajaran di UPN tidak jauh berbeda dengan Universitas lainnya, yang masih menggunakan kurikulum tahun 2003. Padahal beberapa mata kuliah kuno seperti Pancasila, Kewarganegaraan sudah tidak efektif lagi dengan realita zaman modern sekarang ini. Peraturan itu menurut birokerasi kampus adalah implementasi dari peraturan DIKTI melalui Kopertis V DIY. Beberapa dosen ada yang menerapkan cara mengajar interaktif dan komunikasi dua arah dengan mahasiswa sehingga mahasiswa dapat meminta penjelasan tentang pelajaran yang diberikan, namun sayangnya ini tidak seragam dilakukan oleh para dosen. Ada juga dosen yang masih monoton cara mengajarnya dan membosankan, sehingga tidak heran jika banyak mahasiswa yang tidur di dalam kelas.
V. Jumlah Fakultas dan Jurusan
UPN memiliki 5 Fakultas, yaitu
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik : Fakultas Pertanian:
- Administrasi Bisnis - Agrobisnis
- Hubungan Internasional - Agroteknologi
- Ilmu Komunikasi
Fakultas Teknologi Industri
- Teknik Industri
- Teknik Kimia
- Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Mineral :
- T. Perminyakan
- T. Pertambangan
- T. Geofisika
- T. Geologi
- T. Lingkungan
Fakultas Ekonomi
- Ekonomi Pembangunan
- Manajemen
- Akutansi

2. Kondisi Politik Kampus
Kasus yang sedang berkembang di UPN saat ini adalah :
1. Kasus Kebijakan Absensi 85 %
2. Kasus Korupsi Rektor
3. Peralihan Status Swasta UPN menjadi Negeri
4. Terpecahnya BEM dan HMJ yang tidak Progressiv
1. Kebijakan Absensi 85%
Kebijakan ini resmi dikeluarkan pada awal semester genap tahun ini pada Februari Lalu, yang mengharuskan mahasiswa Hadir selama 12 kali pertemuan dalam satu semester, yang artinya mahasiswa hanya bisa 2 kali tidak masuk. Peraturan ini dibuat karena alasan meningkatkan kualitas mahasiswa agar lebih rajin kuliah. Padahal akibat dari kebijakan ini banyak mahasiswa yang terBlack List dan tidak bisa mengikuti ujin karena lebih dari 2 kali tidak masuk, hal ini tentu sangat merugikan mahasiswa. Karena Kasus ini sempat ada Aksi Massa Di Kampus II tepatnya Fisip pada tanggal 23 Februari, namun sayangnya aksi ini tidak terkoordinasi dengan baik dan tuntutan mereka tak disertai dengan pengawalan serta tindak lanjut. Sehingga hanya sekilas saja terjadi. Tapi ada beberapa mahasiswa yang meminta BEM untuk memediasi pertemuan dengan Birokerasi agar ada dialog. Terakhir yang info yang kami dapat dari Dekan Fisip bahwa Peraturan Absensi akan kembali lagi ke 75%. Tapi sejauh ini pemantauan terus dilakukan.
2. Kasus Korupsi Rektor
Kasus ini telah mencuat pada tanggal 12 april dimana Rektor UPN (Dr. Didit Welly) ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi sebanyak 2,4 Milyar. Penetapan ini dilakukan oleh Kejaksaan DIY, setelah mendapat laporan dari BPH(Badan Pengurus Harian) dari Yayasan.
Menurut penjelasan Dari Dekan Fisip ( Asep Saepudin, Msi) bahwa kasus ini bukan kasus korupsi karena tidak merugikan Negara. Dan pemberitaan di media itu keliru karena Uang yang dipakai itu bukan dari Sumbangan Mahasiswa melainkan Uang Administrasi Pendaftaran Mahasiswa baru. Dan uang itu diberikan kepada seluruh civitas akademika dan karyawan hingga tukang sapu sebagai gaji ke 13. Prosedur yang dilalui juga sudah benar karena telah melalui Senat Universitas. Penjelasan ini juga serupa dengan yang dilontarkan oleh Ketua Jurusn Ilmu Komunikasi (Agung Prabowo,SIP,Msi).
Analisis kami adalah ada kejanggalan dari proses pengambilan keputusan disenat karena tidak ada mahasiswa yang terlibat. Ini terjadi karena belum terciptanya demokratisasi kampus, sehingga kasus ini sangat mengejutkan mahasiswa dan lembaga-lembaganya. Belum lagi dengan melihat kasus pergantian mobil dinas setiap tahun, yang sangat membuang anggaran. Seharusnya anggaran itu lebih baik diberikan untuk subsidi mahasiswa agar biayanya tidak naik lagi dan untuk peningkatan sarana dan prasarana. Tapi ada penjelasan dari salah seorang dosen yang menyatakan bahwa itu sudah kebijakan kampus dan ini legal keputusannya oleh senat. Dampak privatisasi pendidikan memang sangat terasa di kampus UPN.
3. Peralihan Status Swasta UPN menjadi Negeri
Sempat beredar issu bahwa UPN akan menjadi Kampus Negeri dikalangan mahasiswa. Dan berangkat dari situ kami langsung meminta konfirmasi ke birokerasi. Ternyata benar, diharapakan pada tahun 2011-2012 UPN sudah dinegerikan. Ini karena status UPN dulunya memang negeri dibawah Dephan lalu pada tahun 1995 menjadi swasta, sehingga bangunan dan tanah UPN saat ini adalah milik Negara, sehingga UPN kembali dipertanyakan statusnya. Jika UPN menjadi negeri seharusnya biayanya akan semakin murah, tapi dapat dilihat realitanya nanti.

4. Terpecahnya BEM dan HMJ yang tidak Progressive
Kasus terakhir adalah masalah Badan Eksekutif Mahasiwa Universitas yang kehilangan koordinasi dengan beberapa BEM di fakultas. Kasus ini akibat hegemoni beberapa mahasiswa dari T. Perminyakan yang selalu menjadi Presiden Mahasiswa, sehingga kebijakan-kebijkannya lebih terpusat pada kampus I. Yang berkontradiksi dengan BEM Universitas salah satunya adalah BEM FISIP yang menyatakan bahwa BEM Fisip memiliki Otoritas Kepemimpinan Sendiri dan tidak mau mengikuti kebijakan dari BEM Universitas. Implementasi kasus ini adal pada masa Ospek 2009, dimana MABA di fisip dilarang mengikuti kegiatan Ospek di Universitas. HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) yang ada juga hanya mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berbau EO dan Musik dan Band, hamper setiap jurusan. Disisi lain kegiatan advokasi mahasiswa dan advokasi masyarakat justru kurang. Ini sangat disayangkan karena mahasiswa benar-benar hanya tahu realita dikampus saja. Mereka seakan dibutakan dengan fenomena social n apatis terhadap rakyat.
3. Kelembagaan Atau Situasi Gerakan
3. 1 Lembaga Internal

Lembaga-lembaga internal tersebut dengan jelas berlandaskan ideologi pancasila dan Widya Mwat Yasa(Sesanti Atau Motto UPN).
3. 2 Lembaga Eksternal
Sejauh ini gerakan-gerakan mahasiswa luar yang ada di UPN belum banyak berkembang. Beberapa yang masih aktif adalah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Al-Kharazmi, KAMMI, dan PEMBEBASAN (Eks LMND-PRM). Tap gerakan-gerakan tersebut belum terlihat kontradiksinya dikampus dan belum ada hegemoni yang tercipt. Kecuali, KAMMI yang sudah masuk pada Masjid Kampus UPN yang takmir-takmirnya banyak yang anggota KAMMI.Sehingga pengaruh dari KAMMI secara tidak langsung menghegomi mahasiswa yang ikut dalam tutorial PAI(Pendamping Agama Islam).

5. Kondisi Sosial Sekitar Kampus
KAMPUS I:
Batas utara
-- Berbatasan langsung dengan jalan Ring Road Utara dan Beberapa Kampus(STMIK AMIKOM)

*. Batasan Selatan
-- Berbatasan dengan minimarket, beberapa kost2an dan rumah makan.
*. Batasan Timur
-- Berbatasan dengan ruko, rumah makan, dan beberapa salon.
*. Batasan Barat
-- Berbatasan dengan ruko dan beberapa kost2an.

KAMPUS II
Batas Utara
Berbatasaan dengan pedagang buku, ruko dan kost2an.

Batas Timur
Berbatasan dengan beberapa kost2an, fotocopy, warung makan, dan warung kelontongan.


Batas barat
*. Berbataasan dengan Supermarket fotocopyan dan tempt makan.
*. Profesi Penduduk di sekitar kampus, sebagaian besar di didominasi penjual makanan, pengusaha salon, pengusaha fotocopyan, warnet, dan penjual pulsa.

Potensi radikalisasi karena adanya implikasi dari pihak luar ada beberapa yg berpotensi misalnya adanya pungutan liar dari pihak aparat. Hanya ada satu sekretariat organisasi di masyarakat di sekitar kampus II UPN yaitu PEMBEBASAN yg berada kurang lebih 500M selebihnya tidak ada lagi

6. Situasi Kampus Dan Luar Kampus
Konflik yang sedang terjadi:
1. Konflik Antar Mahasiswa
Konflik ini adalah masalah klasik yang tak terselesaikan dari dahulu. Konflik horizontal ini sudah menjadi kebanggaan bagi mereka yang berkonflik hingga menjadi doktrin kepada juniornya yan g harus dilaksanakan dan tak terbantahkan oleh junior-juniornya. Kondisi ini dapat bertahan sampai sekarang karena ada sebuah dukungan yang solid dari senior-senior mereka yang telah lulus secara maril dan materil. Bahkan senior-senior mereka yang sekarang menjadi dosen dijurusan mereka. Mereka ( yang berkonflik ) tergabung dalam sekutu-sekutu yang terdiri dari beberapa jurusan dan fakultas. Misalnya saja, jurusan Teknik pertambangan bersekutu dengan jurusan teknik geologi dan Fisip sedangkan rivalnya adalah yang tergabung dalam partai PISS ( teknik Perminyakan, pertanian, salah satu jurusan di fakultas Ekonomi dan Fti). Tapi sekutu-sekutu ini tidak pernah berkonflik fisik atau tawuran, hanya ketemu dalam perebutan kursi kepresidenan Mahasiswa. Jurusan yang sering terlibat dalam beberapa tawuran misalnya, T.pertambangan Vs T.Perminyakan, T.geologi Vs T.Perminyakan, T.industri Vs T.Kimia dan sempat terjadi tawuran antar fakultas yaitu FTI Vs FISIP. Sumber konflik berasal dari beberapa masalah arogansi jurusan dan beberapa alasan karena politik kampus.




2. Konflik antar Dosen

Konflik antar Dosen ini tak banyak dosen, karyawan bahkan mahasiswa yang mengetahui. Sumber konflik berasal dari ketidaksepahaman dalam metode-metode mengajar dan aturan dalam jurusan. Biasanya hanya berberapa individu saja yang berkonflik. Dan mereka tergabung dalam beberapa kelompok kecil saja. Misalnya beberapa struktur pengurus jurusan yang sepakat dan tidak sepakat dengan kebijakan Dekan fakultas.

3. Respon Civitas Akademika Khususnya Mahasiswa
Mengenai respon mahasiswa tentang konflik horizontal sudah ada beberapa upaya penyatuan yang dilakukan dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan yang dipelopori oleh BEM Universitas, tetapi tetap saja mengalami jalan buntu. Kegagalan penyatuan dikarenakan masih kentalnya semangat arogansi jurusan, yang menganggap jurusan merekalah yang paling kuat, tanpa masuk kedalam BEM Keluarga Mahasiswa pun mereka merasa dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri. Dari sekian banyak Mahasiswa yang sepakat dengan kondisi konflik, ternyata masih banyak juga mahasiswa yang tidak sepakat dengan hal itu. Biasanya mahasiswa yang tidak sepakat berasal dari jurusan atau fakultas non teknik.

4. Sejarah Pelawanan
Mengingat sejarah tak banyak yang bisa dibanggakan oleh kampus Upn. Sejarah perlawan memang sempat ada dikampus ini tetapi tidak signifikan dan hanya sampai pada saat kampus-kampus lain mendesak egar kampus upn terlibat dalam agenda-agenda aksi. Setelah sekitar pertengahan tahun 2004 ada beberapa perlawanan kawan-kawan mahasiswa yang berbuntut pendudukan gedung rektorat, tapi hanya sampai pada masa itu saja. Itu bukan hanya dialami oleh organisasi-organisasi internal kampus yang notabenenya dibiayai oleh birokrat, tapi organisasi external yang berada dikampus upn juga mengalami hal yang sama.
Belakangan sekitar februari 2010 muncul perlawanan dalam bentuk aksi menolak absensi 85% yang dilakukan oleh mahasiswa T.Perminyakan. dengan kata lain sejarah perlawanan dikampus upn tidak besar dan serangan-serangan masih spontan dan sporadis sedangkan isu-isu yang dituntut masih ekonomis belum politis.

5. Konflik yang berkembang di luar kampus
Sama seperti diatas konflik yang berkembang adalah konflik horizontal ( mahasiswa Vs mahasiswa ) hanya bedanya dilakukan di luar kampus. Masalah konflik diluar kampus biasanya dipicu oleh permasalahan pribadi (pacar,mabok dll) yang melibatkan banyak orang dalam konflik tersebut. Biasanya dilakukan didepan pertokoan dekat kampus dan dikosan jika kronologis kejadiannya adalah penyerbuan oleh individu atau sekelompok orang. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa kuliah di UPN atau mahasiswa daerah selain jogja yang tinggal di asrama. Masyarakat sudah banyak melakukan upaya pencegahan konflik, biasanya dilakukan dengan cara melibatkan anak-anak kos dalam berbagai agenda-agenda RT-RW yang bertujuan untuk mengakrabkan anak kos yang masuk dalam RT nya.

Share/Save/Bookmark More aboutSITUASI KAMPUS UPN VETERAN YOGYAKARTA

SITUASI KAMPUS UPN VETERAN YOGYAKARTA

Diposting oleh sebastian-Nomor1

oleh : Sebastian Dialektika, S.Ikom, Msi

Share/Save/Bookmark More aboutSITUASI KAMPUS UPN VETERAN YOGYAKARTA

Gerakan Mahasiswa sbg Pengawas Hegemoni Rezim

Diposting oleh sebastian-Nomor1

Harus diakui bahwa sejarah menunjukkan gerakan mahasiswa dalam perkembangannya terjadi pasang-surut. Selain itu juga gerakan mahasiswa masih terkesan tidak kompak, sporadis dan membludak ketika ada satu momentum dalam gejala sosial tertentu. Ini bisa terlihat dari terkotak-kotaknya gerakan mahasiswa dalam dekade zaman tertentu. Misalnya kita mengenal gerakan mahasiswa 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1978,1990-an dan 1998. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh, di mana posisi mahasiswa yang sangat terbatas oleh waktu dan mengurai teori di kampus menjadi satu penyebab signifikan.
Dari periode-periode yang dipaparkan di atas, maka sangatlah kentara bahwa pergerakan mahasiswa merupakan gerakan yang sudah mengakar semenjak puluhan tahun silam. Konsistensi inilah yang akan terus diperjuangkan oleh mahasiswa untuk selalu bersikaf kritis terhadap realitas objektif di sekitarnya yang dinilai mengalami ketimpangan dan ketidakadilan.
Pantas kiranya ketika gerakan mahasiswa menjadi elemen penting bangsa ini. Bahkan dalam studi Ilmu Politik[1], posisinya merupakan salah satu kekuatan politik di negeri ini. Salah satu ranah yang menjadi titik perhatian gerakan mahasiswa adalah sikap kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, terutama kebijakan yang berpengeruh besar terhadap nasib masyarakat. Dengan naluri kritis dan senantiasa dekat dengan realitas objektif masyarakat, tidak kurang mahasiswa harus menentang kebijakan tersebut.
“Penentangan” mahasiswa yang dilandasi oleh idealisme yang mereka perjuangkan yang merupakan hasil olah fikir, olah pergulatan –dialectica, bahasanya GWF. Hegel—wacana dan teori menjadi satu persepsi yang tegas dalam membela masyarakat atas sikap, tindakan dan kebijakan pemerintah yang arogan dan hegemonik dalam bahasanya Gramsci disebut perlawanan kaum intelektual (counter hegemony).
Menurut Al-Zastrow Ng (1998, 143), dari segi ferforma dan orientasi gerakan, secara umum kita dapat melihat empat macam tipologi gerakan mahasiswa. Pertama, tipe gerakan elitis dan berorientasi elitis. Pada tipe ini sama sekali tidak punya concern pada persoalan sosial-kemasyarakatan. Bagi kelompok ini realitas adalah kenikmatan hidup, oleh karenanya aktivitas mereka sepenuhnya diorientasikan pada upaya memenuhi kenikmatan. Persoalan kemiskinan, problem sosial dan sejenisnya adalah merupakan sesuatu yang terkutuk dan sama sekali harus dihindari karena menjijikkan. Kedua, gerakan populis, berorientasi elitis. Tipe ini selalu akrab bergumul dengan berbagai problem sosial dan membincangkannya setiap saat. Namun, tetap saja tidak berpretensi menyelesaikan masalah tersebut. Tipe ini justru merasa diuntungkan dengan adanya problem sosial. Bagi mereka kemiskinan dan problem kerakyatan merupakan komoditi yang biasa diperjualbelikan. Gerakan ini mempertahankan elitisme dengan bersikap populis. Tipe semacam ini sama bahayanya dengan tipe pertama.
Ketiga, gerakan elitis, berorientasi populis. Pada tipe ini sudah ada kemauan untuk melakukan transformasi sosial. Namun, karena alasan-alasan tertentu (status sosial, kemampuan bahkan derajat keberanian) menyebabkan mereka enggan menyentuh langsung medan yang sesungguhnya. Problem-problem sosial diamati dan dipecahkan dari jauh, seperti seorang dokter yang menyembuhkan pasien. Kelompok ini tercermin dalam gerakan kelompok diskusi, pers mahasiswa dan sejenisnya. Kelompok keempat yang paling ideal yaitu gerakan populis, berorientasi pupulis. Pada gerakan ini seluruh aktivitas bersentuhan langsung dengan fakta dan realitas empiris yang ada dan bertujuan untuk menyelesaikan dan menjawabnya. Gerakan ini lebih efektif karena ada hubungan emosional dan sikap empati yang cukup tinggi antara pelaku aksi dengan masyarakat.
Pemetaan yang dipaparkan Al-Zastrouw di atas, boleh jadi bisa menjelaskan orientasi dari gerakan mahasiswa. Walaupun gerakan mahasiswa dalam sejarah politik bangsa kita sudah teruji dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan, tetapi tidak berarti gerakan mahasiswa tidak bisa diperalat kekuasaan. Pada kenyataannya gerakan mahasiswa menjadi salah satu kelompok yang rawan ditumpangi kelompok kepentingan tertentu. Hal ini wajar karena gerakan mahasiswa sifatnya labil dan akan terorganisir secara global jika dianggap memiliki common enemy yang sama. Di sisi kelemahan tersebut semoga gerakan mahasiswa ke depannya semakin dewasa dan tetap konsisten dalam mengawal kekuasaan dari setiap rezim. Amin.

Share/Save/Bookmark More aboutGerakan Mahasiswa sbg Pengawas Hegemoni Rezim

Aksi Mahasiswa = Student Protest ? Lalu apa....

Diposting oleh sebastian-Nomor1

Siapa bilang sikap kritis mahasiswa hanya tampak dengan demonstrasi, turun ke jalan atau dengan istilah halus versi mahasiswa: aksi? Tidak adakah cara lain yang lebih bermartabat yang bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka menunjukkan eksistensinya?

Inilah kalimat yang menggelitik telinga saya ketika berdiskusi dengan salah seorang sahabat, Kang Yahya Al-Bunny, seusai kajian di Ma'had Ki Bagus Hadikusumo. Saya pribadi sering resah ketika melihat mahasiswa yang 'sok' bersenjatakan corong itu mulai beraksi di tepi bahkan tengah jalan. Berteriak "Hidup rakyat Indonesia !!" dan "Hidup Mahasiswa" bertalu-talu. Alasannya? Jelas, arogansi dan bahkan sering kali anarkis.

Tetapi alasan saya tidak sesederhana itu, mahasiswa seharusnya tidak hanya 'cuman ngomong' doang. Lalu apa yang bisa dilakukan? Percuma berteriak-teriak hidup rakyat Indonesia !!, bila dia sendiri tidak pernah terjun langsung ke masyarakat. Membantu dengan apa yang dia pelajari di bangku kuliah. Jangankan mengaplikasikan ilmu yang dipelajari, maaf, sepengetahuan saya, kebanyakan yang senang berdemo itu, gelar mahasiswa hanya 'status' semata. Kuliah jarang tetapi berangan-angan menyejahterakan rakyat. Dengan cara apa hal itu bisa terjadi?

Dalam pandangan saya, seharusnya yang dilakukan mereka pertama kali adalah kuliah yang serius. Tidak harus dengan selesai cepat ataupun IPK melangit. Cukup mempelajari dan menekuni mata kuliah yang sudah dipilihnya lalu kelak mengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat.

Kalau boleh memakai isitlah "deathclassing" atau "bunuh diri kelas", itulah yang belum dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa. Ya, saya tulis sekali lagi, belum dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa. Bunuh diri kelas dilakukan dengan benar-benar mau tinggal bersama masyarakat (life in) dan melepas status 'priyayi' mahasiswa dan langsung benar-benar turun ke masyarakat. Mengadakan penyuluhan, memberikan infomasi terkini ataupun apapun itu yang dibutuhkan masyarakat.

Sayangnya, kebanyakan, yang 'sok' berjuang demi rakyat itu, ketika pulang ke rumahnya (kampung halamannya) hanya menjadi orang asing di negeri sendiri. Bingung dan gagap dengan yang harus dia lakukan terhadap masyarakat.

Manakah eksistensi itu? Mungkin tidak salah jika saya katakan, teriakan itu hanyalah sebuah student protest yang tanpa esensi.

Wallahu a'lam.

Share/Save/Bookmark More aboutAksi Mahasiswa = Student Protest ? Lalu apa....

Partai Mahasiswa Revolusi ( Sebuah Harapan Baru (Revolusi) di Kampus UPN Yogyakarta

Diposting oleh sebastian-Nomor1

Sebuah Partai Revolusioner yg didirikan untuk kembali menghidupkan suasana demokrasi di Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta.

Partai MAWAR merupakan partai yang sangat terbuka bagi semua kalangan, baik dari lintas gerakan, lintas jurusan, maupun lintas angkatan.

Partai MAWAR didirikan pada 1 Maret 2011 Setelah dilakukannya konsolidasi beberapa mahasiswa di 3 fakultas UPN.

Cita-cita Partai MAWAR Adl Mewujudkan REVOLUSI Kampus demi memperjuangkan Hak-hak Mahasiswa, dan mewarnai kancah perpolitikan Kampus,

Partai Mawar juga berorientasi sebgai organisasi gerakan sbg wujud langsung kepedulian dengan dinamika sosial-politik di Bangsa Indonesia.

Parta MAWAR menjadi alternatif harapan bagi kalangan Mahasiswa UPN yang selama ini terus di dzholimi oleh Birokerasi UPN dan Sistem Pendidikan yang begitu Dikomersialkan.

Parta MAWAR menyadari bahwa perjuangan besar juga butuh persatuan yang besar ditingkatan mahasiswa, semoga Dengan Hadirnya Partai MAWAR dapat kembali membangkitkan Gairah Perpolitikan Mahasiswa sebagai Pelopor Perubahan.

PARTAI MAWAR juga selalu terbuka dalam perjuangan mewujudkan cita-cita Revolusi dan Pembebasa Nasional.

HIDUP MAHASISWA...
adil sejak dalam pikiran...
MAWAR UNTUKMU , UNTUKMU REVOLUSI...

Strurkur Organisasi Partai Mawar :
Komite Pimpinan Pusat pada Tingkatan Universitas.
Komite Pimpinan Fakultas pada Tingkatan Fakultas.
Biro Politik dan Persatuan pada Tingkatan Jurusan.

Share/Save/Bookmark More aboutPartai Mahasiswa Revolusi ( Sebuah Harapan Baru (Revolusi) di Kampus UPN Yogyakarta

KRITIK TERHADAP DEMOKRASI

Diposting oleh sebastian-Nomor1 on Jumat, 11 Maret 2011

Pembicaraan Sosialisme KRITIK TERHADAP DEMOKRASI Tulisan Para Pembebas SOSIALISME, adalah, salah satu Pemikiran, yang berdasarkan (Tentang) Masyarakat (Sosial). Bertentangan dengan Individualisme. Pemahaman Suatu Masyarakat 3 pemahaman Masyarakat Sosialisme 1. Masyarakat berhubungan dengan Wilayah wilayah “Kelahiran” (Penduduk) ; 2. Masyarakat dalam Proses Sosial - Ekonomi ; a. Politik Kenegaraan - Sosial ; b. Tanpa Pertentangan Kelas kelas Ekonomi l c. Budaya dengan Pertanian untuk Pangan ; 3. Masyarakat, yang telah terbentuk dari suatu Kerakyatan ; H u k u m Sehingga Individualisme tidak akan pernah mampu hidup di Masyarakat Sosialis - Kenegaraan. Mengapa ? Terkecuali dalam suatu Negara menganuti “Hukum Kekuasaan”, yang (diciptakan) dari Kapitalisme - Materi (Ekonomi). 1. Kepemilikan Uang - Negara ; 2. Penindasan atas Rakyat ; a. Imperialistis ; b. Premanisme - Ekonomi ; - Aturan aturan Individualis, memerontah dengan ancaman Penghukuman ; - Kemampuan kemampuan untuk memeras Tenaga Kaum Pekerja ; - Aparatur Pemerintahan Daerah memperdayai Petani di Desa desa ; c. Militerisme - Pemerintahan ; 3. Perindustrian Laba - Individual ; Dalam Negara Hukum Kekuasaan “buatan”, diletakkan Kebebasan Individualisme untuk Demokrasi dan menjadi Pemehaman Sosial - Kenegaraan Moderen, yang disahkan Parlemen - Wakil wakil Sosial setelah mengadakan Pemilihan dalam Kependudukan. Lalu, berdasarkan Ajaran Materialisme 1. Kepemilikan (Hukum - Pembendaan Suara) di Daerah daerah Pemilihan ; 2. Politik “menguasai” (Govermen) ; 3. Proses materialisasi jadi suatu Negara ; Pemerintahan Negara Ekonomi pun didirikan, berdasarkan 1. Kekuatan Uang di dalam Pasar Mobopolistik ; 2. Kemampuan kemampuan Materialisme Industri ; 3. Perdagangan Bebas (Perlabaan) ; dengan cara cara Kapitalisme mengadakan pembentukan Kelas kelas Ekonomi, teratur untuk 1. Pemakai Hasil Produksi (dipersiapkan) ; 2. Membentuk Pasar “untuk Harga dari Uang” ; 3. Menguasai sumber sumber alam ; 4. Mendapatkan Lahan lahan dan Tenaga Murah ; 5. Peminjaman Nominalisasi Uang, Terjualkan ; Menggantungkan pada 1. Sumber Keuangan (Negara) ; 2. Kapitalisme - Permodalan ; 3. Hubungan dalam Ekonomisasi ; Berakibat muncul Kaum Pekerja Industrial di suatu Negara, membentuk jaringan jaringan Kerja KEMASYARAKATAN. Dua Kekuatan telah berbenturan, oposisional mendasatkan Kepentingan kepentingan Ekonomi. Karena Para Pekerja adalah TENAGA dalam SOSIAL untuk Ekonomi menuntut Upah Layak dari Uang Negara. Sosialisme - Politik Tampak Individualisme memaksakan Kebebasan dijadikan Demokrasi Hukum Kenegaraan ! Menghadapo Kenyataan Sosial - Ekonomi, DILAWAN Kaum Pekerja (Buruh) dengan juga melalui Demokrasi ! Kini, Negara dipertarungkan menuju Sosialisme dalam Bahasa Ekonomi Perjuangan Sosial !!! K r i t i k Biarpun Demokrasi adalah suatu Kekuasaan Rakyat namun diterjemahkan Kapitalis - Individualisme, melalui Ekonomisasi Politik Sosial - kenegaraan, yang diarahkan untuk membentuk SOSIAL dalam Perekonomian didasarkan Hukum Kekuasaan Negara. Penutup KEMAMPUAN kemampuan Massa Perjuangan Sosialisme mengenali Kemauan tersebut, yang berujud Penguasaan KEBEBASAN SOSIAL. Betapa membehayakan Demokraso akan mudah dibiarkan Individualisme mendapat Hak hak melalui Kerakyatan. Selesai. Jakarta, Maret 2007.

Share/Save/Bookmark More aboutKRITIK TERHADAP DEMOKRASI

Pergerakan Mahasiswa (Sebuah Catatan Kritis)

Diposting oleh sebastian-Nomor1

……Masa kini adalah masanya kita. Siapa yang diam, dia akan ditinggalkan dan dilupakan oleh Sejarah. Hanya orang kritis dan beranilah yang membuat perubahan….”
Sejak jatuhnya Soeharto pada bulan Mei 1998, mahasiswa Indonesia terpecah menjadi dua blok besar. Kalau dulu mahasiswa berhimpun dalam satu barisan untuk melawan rezim diktator yang terkenal otoriter, dimana tenaga, waktu, air mata, keringat, bahkan darah menjadi taruhannya, dimana para martir intelektual berguguran dan betapa mahal dampak huru hara setelah peristiwa-peristiwa tersebut, kini mereka seperti terpecah. Saat ini terdapat blok yang melanjutkan tradisi heroik sebagai kekuatan parlemen jalanan yang blak-blakan saat menyoroti masalah kebangsaan dengan segala resikonya, namun adapula blok yang bersikap apatis dengan acuh tak acuh dalam menyikapi masalah-masalah kekinian. “barangkali kita telah kehilangan musuh bersama sehingga menjadi demikian”, begitulah yang sering terdengar. Memang pada kenyataanya, setelah reformasi bergulir, kendati tidak serta merta membuat keadaan sosial, politik dan ekonomi jadi lebih baik, tapi kebebasan mulai dapat dirasakan bukan hanya oleh kalangan aktifis tapi juga masyarakat pada umumnya. Orang-orang mulai bebas bekumpul, berpendapat, bahkan yang dulunya pengecut intelektual kini mulai berani keluar dari ‘tempat persembunyian’ dan mengklaim sebagai pahlawan reformasi. Sistem pemerintahan dirombak dan setelah reformasi, bergulirlah untuk pertama kalinya rakyat dapat memilih calon pemimpin mereka secara langsung. Setelah kekuasan beralih, keadaan menjadi lebih nyaman, gerakanpun lambat laun mengendur.
Sejatinya mahasiswa merupakan sebuah kekuatan besar yang telah mencatatkan namanya pada panggung sejarah di negeri ini. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Sejak tahun 1908 sampai dengan tahu 1998, mahasiswa menjadi penyeimbang pemerintah yang represif, diktator dan bertindak semena-mena. Ada kebanggan tersendiri, bukan soal menurunkan diktator Soeharto; tetapi bagaimana perjungan akan keadilan dan kesejahteraan itu bisa mahasiswa sumbangkan kepada negara tercinta ini.
Saat ini, sejujurnya mahasiswa kehilangan orientasi gerakan. Gerakan mahasiswa menjadi mandul, tidak substansif dan hanya sekedar corong ’sponsor’ saja. Idealisme yang diagung-agungkan sejak masa lampau akhirnya dengan sendirinya tergerus oleh zaman yang menghadirkan persaingan yang tidak sehat. Aspirasi mahasiswa menuntut perbaikan dalam segala bidang kehidupan bangsa Indonesia harus dijamin oleh kepastian hukum. Sedangkan yang disebut hukum bagi bangsa Indonesia adalah hukum yang berkedaulatan rakyat, bukan hukum yang hanya menguntungkan dan menguatkan penguasa. Hal inilah yang belum dicapai oleh bangsa kita hingga saat ini. Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia saat ini adalah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, kedaulatan milik rakyat, kedaulatan rakyat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapa dan bagaimana kedaulatan rakyat dapat dikembalikan ke tangan pemiliknya?
Fenomena ini semakin menakutkan dan saban hari benar-benar mengguritalah sikap apatis dan tidak masivnya perjuangan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi. Kemandulan idealisme menjadi sebuah ’tuduhan’ awal untuk menjawab fenomena ini. Jangan sampai hal ini akhirnya menjadi mitos, bahwa kemandulan aksi dan perjuangan mahasiswa bertekuk lutut pada yang namanya fashion, food, and film. Akhirnya saya pun mendukung pernyataan salah seorang kawan dalam postingan tulisannya di situs jejaring sosial. Mahasiswa yng apatis versus mahasiswa idealis (aktivis). Mahasiswa mengkotak-kotakkan diri sendiri pada saat seharusnya tidak perlu ada kotak yang memisahkan mahasiswa. Sebagai seorang mahasiswa, yang hendak berbuat banyak bagi orang lain disekitar, sebenarnya inilah pilihan yang sebenarnya. Menghilangkan pengkotakan dan menyatukan kembali seluruh elemen mahasiswa di bawah panji ”kedaulatan rakyat” ataukah malah sebaliknya? Tetap terkotak-kotak sebagai bagian dari tuntutan perkembangan zaman yang tidak berpihak bagi perkembangan bangsa ini agar lebih baik dan sehat.
Kemunduran ini juga merambah sampai kedalam tubuh organisasi-organisasi kemahasiswaan. Banyak mahasiswa yang memilih menjadi intelektual tradisional (rumah-kampus-rumah). Mungkin karena tuntutan hidup yang tidak menganjurkan mahasiswa untuk berlama-lama di kampus. Kuliah hingga 5 tahun atau lebih saat ini, bukan sebuah hal yang patut untuk dibanggakan. Biaya kuliah semakin mahal dari tahun ke tahunnya. Sehingga pilihannya cuma kuliah dan kuliah. Tidak untuk yang lainnya. Dalam kasus ini kita tidak bisa menghakimi kawan mahasiswa yang lainnya sebagai bagian dari yang tidak berkepedulian terhadap persoalan rumit bangsa ini. Bertolak belakang dengan para aktivis yang menyebut dirinya sebagai pelopor pergerakan atau kaum idealis. Menjadi intelektual organik adalah pilihan hidup. Yang tetap menjaga jangan sampai idealisme mahasiswa untuk memperjuangkan kesejahteraan sirna oleh kemilau kemajuan teknologi yang memudahkan hidup dengan mengenyampingkan semangat berpikir. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa terpasung oleh tawaran menggiurkan bernama globalisasi dan pasar bebas yang menyediakan segala sarana bagi manusia. Juga di dalamnya mahasiswa.
Persoalan kedua elemen (aktivis vs apatis) ini masih berkutat pada saling menjatuhkan dengan argumen masing-masing. Bagi saya secara pribadi cukup logis dan cemerlang dalam hal saling mempertahankan pendapat. Dua blok inilah yang saya yakini selalu bersengketa dikampus manapun [Sebagai contoh di Malang]. ‘Mahasiswa aktivis’ menganggap ‘mahasiswa apatis’ sebagai mahasiswa yang tidak peka, pragmatis, oportunis, pengkhianat intelektual, atau belum menyadari hakikatnya sebagai mahasiswa. Sebaliknya ‘mahasiswa apatis’ menganggap ‘mahasiswa aktivis’ sebagi orang-orang yang tidak ada kerjaan, yang sok ikut campur, keras kepala, cari ketenaran dan mengidap penyakit sok pahlawan. Pada keadaan seperti ini, tiap mahasiswa dari blok manapun harus mengedepankan akal sehat sebagai bukti kalau mereka adalah bagian dari komunitas intelektual. Seharusnya eksistensialisme dan elitisme yang ditampilkan masing-masing blok segera dikikis bahkan dihilangkan. Kita seharusnya mengingat dan merenungkan kembali catatan-catatan sejarah yang selalu menempatkan mahasiswa kritis ataupun pemuda sebagai pioneer perjuangan dalam menyatakan kebenaran. Blok inilah yang dulu pernah berdarah-darah ketika memperjuangkan dan merebut kemerdekaan, Malari, menjatuhkan diktator soeharto,dll. Tanpa radikalisme pemikiran mahasiswa kritis dan dukungan mahasiswa ataupun pemuda pada umumnya, niscaya sampai hari ini sejarah hanya akan melewatkan lembaran-lembaran kosong dalam buku catatanya.
Sampai pada pemikiran ini apa yang selayaknya kita lakukan? Terus maju dan pekikkan terus semangat perjuangan yang tak kenal henti. Sejatinya kita perlu reorientasi arah gerak dan perjuangan mahasiswa. Kita perlu ’ret-ret’ mempertanyakan sejauh mana kontribusi kita bagi bangsa ini. Dengan sejenak mengabaikan sejarah, kita berlu turun ke titik nadir untuk berkontemplasi dengan waktu dan diri kita mengkritisi sendiri jalan panjang perjuangan yang telah mahasiswa rintis di negeri ini. Imbasnya cukup besar, sebagian besar orgnisasi mahasiswa mengeluhkan hal yang sama. Kekurangan kader militan yang secara kualitas dan kuantitas seimbang. Yang ada bukan hanya kader karbitan yang sesekali waktu bisa meninggalkan organisasi tanpa permisi. Organisasi intra kampus apalagi, saatnya bangkit dari tidur panjang dan mimpi indah mengeni heroiknya perjungan mahasiswa dulu. Itu dulu. Dulu sekali. Lampau. Sekarang?
Penting bagi kita memahami, saatnya kita bangkit dan bersatu. Dengan berbagai macam identitas kita yang perlu kita tampilkan cuma satu: MAHASISWA INDONESIA. Yang bersatu, teguh dan berintelektual. Hilangkan perbedaan kalau persamaan adalah kekuatan kita. Hilangkan persamaan kalau kita bisa menerima perbedaan sebagai jalan keluar terbaik untuk bersatu. Keduanya merupakan pilihan jitu bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan bagi masyarakat agar tidak perlu jauh-jauh dari kata ’sejahtera’.
Kita tidak ingin melihat perang saudara antara ‘mahasiswa kritis’ dan ‘mahasiswa apatis/pragmatis’. Jika memang ada sesuatu yang tidak beres, ayo kita duduk bersama, berdialektika, dan mengerucutkan apa ataupun siapa musuh bersama kita. Karena senjata kita adalah kata, dalam semangat persaudaraan, dan tetap berpedoman pada nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Harapan kita adalah seluruh blok mahasiswa (kelompok mahasiswa apapun) dapat bersinergi tanpa harus saling melempar stigma pada blok lain. Betapapun berat masalah-masalah kekinian, sudah seharusnya menjadi topik pembicaraan dan dicari solusi penyelesaianya. Daripada permusuhan, sungguh kita rindu melihat mahasiswa-mahasiswa dari strata sosial, agama, etnis dan latar belakang manapun berteriak dengan lantang dalam satu barisan kalau mereka adalah intelektual Indonesia yang sebenarnya.
Kita hidup di dunia nyata. Segala impian dan kenangan mengenai perjuangan dan pergerakan mahasiswa bolehlah tetap ada tetapi jangan sampai kita terus terbuai olehnya. Tetap beraksi, fokus, dan mengedepankan intelektualitas sebagai kekuatan satu-satunya kita. Mahasiswa tidak bertindak dengan senjata. Bagi kita, senjata adalah kata-kata yang keluar dari kemurnian hari dan kejujuran dalam bertutur.

Share/Save/Bookmark More aboutPergerakan Mahasiswa (Sebuah Catatan Kritis)